Manusia selalu mengalami perubahan-perubahan selama
hidup baik secara individu maupun secara kolektif dalam konteks kehidupan
bermasyarakat. (Soekanto, 2006:259). Perubahan dalam berbagai macam sektor yang
terjadi pada kelompok masyarakat disebut sebagai perubahan sosial.
Perubahan sosial mencakup perubahan dalam berbagai
sektor, salah satunya mode pakaian
(fashion). Fashion merupakan
bagian dari gaya hidup masyarakat di dunia, dengan berbagai macam jenis dan
mode yang terus mengalami dinamika/perubahan. Mulai dari mode-mode yang
berkiblat dari dunia timur sampai tren fashion yang diilhami bangsa Barat.
Mode
sebagai bagian dari budaya popular, mengalami perkembangan yang cukup pesat ke
seluruh dunia dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain media. Salah satu
bentuk mode pakaian yang tengah popular saat ini adalah tren hijab, yang tidak hanya booming di Indonesia namun juga di
seluruh dunia. Jilbab (hijab) tak hanya sekedar sebagai penutup kepala akan
tetapi kini telah menjadi tren mode yang dapat dijangkau semua lapisan masyarakat.
Tidak hanya tren fashion, lahirnya komunitas dengan
basis budaya, kesukuan, etnik, hingga komunitas hobi, gaya hidup, serta
komunitas fashion kini menjadi marak. Salah satunya munculnya komunitas hijabers yang menunjukkan contoh adanya
kecenderungan pergeseran pada masyarakat postmodern untuk membentuk komunitas yang sesuai dengan identitas dan
pilihan pribadinya.
Komunitas Hijabers adalah komunitas jilbab kontemporer yang terdiri
atas sekumpulan orang yang ingin terlihat sama dalam bergaya dan
berbusana. Komunitas ini menginisiasi dan mengembangkan tren baru
berkerudung bagi wanita muslim Indonesia. Perkembangan komunitas ini
begitu cepat dan menjamur di beberapa kota besar di Indonesia. Seorang
muslimah yang bernama Dian pelangi menjadi ikon seorang
hijabers. Seorang anggota komunitas hijabers membangun identitas baru
seorang wanita muslim yang mengenakan jilbab namun tetap dapat tampil
cantik, stylish, chic, modis serta masih sesuai dengan kewajiban menutup
aurat bagi wanita muslim. Komunitas ini lahir dan berkembang karena
ditopang oleh anggota-anggota yang memiliki interest yang sama dan
identitas yang mereka yakini. Selain itu, bergaul dalam sebuah kelompok
atau komunitas mempermudah manusia mengenal jati diri dan memperkuat
identitas dirinya di dalam masyarakat.
Seperti yang sudah penulis uraikan diatas, kecenderungan anggota
komunitas untuk membentuk pribadi secara kolektif ditujukan untuk
menguatkan kepercayaan dirinya. Ini sebuah upaya defence mechanism dari
anggota komunitas tersebut. Pengaruh budaya luar dan perkembangan mode
dunia mempengaruhi gaya para hijabers. Dalam zaman informasi,
perkembangan media massa, media elektronik dan New Media, sangat
mempengaruhi perkembangan komunitas ini. Bulan Ramadhan lalu, bisa
menjadi potret bagaimana media benar-benar menaikkan pamor hijabers.
Tren dihubungkan dengan kebutuhan religius umat Islam pada masa itu,
jadilah kebutuhan massa diakomodir oleh media. Komunitas Hijabers begitu
diekspos, mulai dari kegiatan mereka, cara memakai jilbab yang trendy,
sampai dengan pola pemasaran jilbab yang lagi trend dibahas dengan
begitu menarik. Kehendak media dalam mengkontruksi masyarakat memicu
lahirnya tren berjilbab yang stylish. Dampaknya bisa dilihat dari
menjamurnya model-model jilbab baru. Para wanita muslim turun ke etalase
toko-toko untuk mencari jilbab tersebut. Bulan Ramadhan nampaknya bisa
dimanfaatkan untuk strategi bisnis. Media massa memiliki peranan besar
dalam perkembangan komunitas ini serta npenyebaran nilai-nilai yang
dibawanya. Sisi negatifnya, Budaya konsumeristik pun tak bisa dihindari.
defence mechanism defence mechanism
Berbicara tinjauan sosiologis terhadap komunitas Hijabers tak lepas
dari gaya hidup dan identitas mereka di tengah masyarakat. Seperti yang
saya amati komunitas hijabers ini mempunyai gaya hidup tersendiri ; cara
berpakaian, penggunaan bahasa, tempat nongkrong, dan kegiatan komunitas
1. Gaya berbusana yang stylish dan fashionable
Mereka memiliki gaya berbusana yang berbeda dengan gaya berpakaian
muslimah pada umumnya. Anggota komunitas hijabers selalu menampilkan
gaya berjilbab kontemporer yang jauh dari kesan kolot, dan tidak keren.
Mereka menampilkan diri mereka sebagai seorang muslimah yang berhijab
atau berjilbab namun stylish dan fashionable.
2. Penggunaan Bahasa yang unik
Komunitas Hijabers menggunakan bahasa yang unik dalam berinteraksi.
Penggunaan bahasa gaul dikombinasikan dengan teks Arab dan Inggris dalam
komunitas Hijabers khususnya Hijabers Moeslem Makassar menjadikan ini
sebagai bagian kehidupan mereka ketika berinteraksi.
3. Tempat nongkrong kelas menengah ke atas
Komunitas Hijabers menampilkan gaya hidup kelas menegah keatas yang
ditandai dengan budaya nongkrong di tempat-tempat yang dianggap “prestise”
ataupun tempat yang dianggap sebagai representasi tempat gaul anak muda
masa kini, seperti Pizza Hut, Mc Donalds, dan Eat&Out.
4. Kegiatan rutin untuk mempererat hubungan antar anggota
Komunitas Hijabers mengadakan kegiatan rutin seperti make-up class,
fashion show jilbab, baazaar, pengajian, dll. Program besar seperti
fashion show mendatangkan retail jilbab dari butik-butik ternama, Bazaar Hijab, Nonton Bareng dan Pengajian yang mensyaratkan pesertanya menyumbang sejumlah uang yang tidak sedikit.
Sebuah komunitas membutuhkan simbol. Simbol yang dapat
diinterpretasikan dalam masyarakat sebagai identitas komunitas. Simbol
dalam komunitas juga menyangkut masalah bahasa yang digunakan.
Penggunaan bahasa gaul dikombinasikan dengan teks Arab dan Inggris dalam
komunitas Hijabers khususnya Hijabers Moeslem Surabaya. Komunitas
Hijabers ingin membangun kontruksi bahwa komunitas ini selalu mengikuti
perkembangan zaman serta berbasis religiusitas.
Dr. Nur Syam (2005) dalam bukunya Bukan Dunia Berbeda, Sosiologi Komunikasi Islam menjelaskan bahwa gaya berpakaian islami pun telah memasuki paradoks globalisasi.
Di satu sisi ingin seseorang ingin menampilkan gaya berpakaian Islam
dengan jilbab sebagai tutup kepala, tetapi di sisi lain penonjolan
ekspresi tubuh juga tetap kentara dalam hal ini keindahan oleh kasat
mata. Jilbab modis yang kontemporer telah menjadi tren yang digemari
kalangan perempuan hakikatnya menjadi contoh bekerjanya sistem global
paradoks yang sangat menonjol.
Sosiolog Prancis Pierre Bourdieu (Gidden, 2005) melihat kelompok
kelas dapat diidentifikasi menurut tingkat mereka bervariasi dari modal
budaya dan ekonomi. Ia menilai bahwa individu atau kelompok saat ini
tidak lagi membedakan diri menurut faktor ekonomi saja akan tetapi juga
menurut selera budaya dan perburuan kesenangan. Menurut Giddens, hal ini
ada kaitannya dengan faktor-faktor budaya seperti pola gaya hidup dankonsumsi.
Identitas disusun untuk tingkat yang lebih besar sekitar pilihan gaya
hidup seperti cara berpakaian, yang makan, cara merawat tubuh seseorang
dan tempat untuk bersantai.
Sebuah identitas hadir karena manusia butuh untuk mengkategorisasikan
sesuatu. Dengan begitu, identitas sosial juga melibatkan pula ketegori
dan menetapkan seseorang ke dalam struktur sosial atau wilayah sosial
tertentu. Identitas lahir dari bentuk komunikasi yang komplit. Bahasa
tubuh, gaya berpakaian, dan gaya hidup individu menjadi penentu lahirnya
pelabelan atas suatu komunitas. Stratifikasi juga terlihat dimana gaya
hidup dan pilihan-pilihan busana mencerminkan bahwa mereka berada dalam
komunitas kelas atas.
Dengan adanya fenomena komunitas jilbab kontemporer, perlu dijelaskan
kepada masyarakat bahwa persepsi dan pemakaian jilbab telah mengalami
pergeseran (Shifting). Karena ada upaya untuk mengaktualkan
identitas islam itu melalui berbagai tradisi serta cara berpakaian, dan
gaya hidup ini. Pergeseran ini terjadi karena komunitas jilbab
kontemporer lebih menekan pada komersialisasi dan entertaining semata dengan melupakan sisi religiusitas sebuah hijab
.
Berdasarkan uraian diatas menggambarkan identitas mereka yang ekslusif, konsumtif dan komersial.
- Identitas yang ekslusif, karena mereka memiliki image tersendiri
serta berupaya membentuk keunikan mereka dengan gaya hidup, penggunaan
bahasa, tempat pilihan serta kegiatan rutin tertentu.
- Identiitas konsumtif, karena kebiasaan
pilihan-pilihan tempat berkumpul serta bersantai mereka adalah tempat
untuk kalangan menengah keatas yang arti tempat dimana segala barang
atau makanan yang dijajakan tidaklah murah.
- Identitas komersial, dikarenakan program-program
komunitas ini dianggap mengesampingkan sisi religiutas agama dengan
menggelar event bergengsi fashion show untuk wanita berjilbab. Kegiatan show off
bukanlah dilandasi nilai religius. Secara ekonomi, untuk menjadi
anggota yang aktif dan mengikuti program komunitas Hijabers tentunya
membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Kesimpulan :
Pergeseran nilai pemakaian jilbab masa kini telah
bergeser dari sebuah manifestasi perilaku menjalankan tuntunan agama
menuju mode atau fashion. Dalam kaitannya dengan budaya populer dan
industri budaya, penulis menilai terjadi sebuah pergeseran (shifting) dalam pemberlakuan nilai-nilai agama Islam masa kini terutama dalam perkembangan komunitas Hijabers.
Melihat fenomena komunitas jilbab kontemporer, perlu dijelaskan
kepada masyarakat bahwa persepsi dan pemakaian jilbab telah mengalami
pergeseran (Shifting). Karena ada upaya untuk mengaktualkan
identitas islam itu melalui berbagai tradisi seperti cara berpakaian,
penggunaan bahasa dan gaya hidup. Pergeseran ini terjadi karena
komunitas jilbab kontemporer lebih menekan pada komersialisasi dan entertaining semata dengan melupakan sisi religiusitas sebuah hijab
Postmodernisme menguraikan lahirnya suatu tatanan sosial baru dimana
kekuatan media massa dan budaya populer kesemuanya mengatur dan
membentuk segala macam hubungan sosial. Media mengontruksikan rasa kita
akan realitas sosial, maupun rasa kita sebagai bagian dari ini. Lahirnya
media massa modern seiring semakin meningkatnya komersialisasi budaya
dan hiburan telah menimbulkan berbagai permasalahan, kepentingan,
sekaligus perdebatan.
Dalam hubungan era komunikasi massa modern serta kaitannya dengan
budaya populer, atas kehendak media pula gaya hijabers ini menjadi gaya
nasional masa kini yang kemudian fenomena ini disebut budaya popular
untuk fashion. Budaya pop untuk pakaian perempuan berjilbab yang dibawa
oleh Hijabers dan digemborkan oleh media massa tentunya memberikan
pergeseran makna akan bagaimana gaya busana muslimah atau perempuan
berjilbab dahulu dan kini.
Masyarakat postmodern mencari sendiri kebenaran mereka dan mendasari pilihan mereka atas dasar (the ethic of desire) dan mereka beragama atas dasar sebuah pilihan mana ajaran yang mendatangkan perasaan nyaman dan kepuasan psikologis.
Hal ini kemudian menurut penulis menjadi dasar mengapa mudah sekali terjadi pergeseran nilai dan pemaknaan religiusitas dalam Hijab. Dalam
perkembangannya, komunitas Hijabers banyak berkembang di wilayah kota
besar yang metropolis dan telah dapat dikategorikan sebagai masyarakat
postmodern dengan segala ciri dan pertanda yang sudah penulis paparkan.
Sehingga penulis mangajukan tesis bahwa perkembangan komunitas Hijabers
juga berkaitan erat secara psikokultural dengan perkembangan masyarakat
yang mengarah pada masyarakat postmmodern dan spiritualitas postmodern
ini yang menjadi dasar kuat apa yang mereka lakukan.
Pergeseran esensi dalam berhijab, kemudian, bagaimana tinjuan
sosiologis komunitas hijabers dari gaya hidup dan identitasnya ditengah
masyarakat serta peran spritualitas postmodern yang menjadi kekuatan
personal dalam perkembangan fenomena komunitas Hijabers, penulis semakin
yakin dalam konteks interdisiplin ilmu framework kajian budaya, konteks
perubahan sosial, infomation age, hubungan industri budaya
kapitalis, budaya populer, konsumerime dan masyarakat postmodernisme
secara bersama-sama saling menguatkan satu sama lain melanggengkan
perkembangan fenomena komunitas Hijabers. Dengan adanya media massa,
sosial media, serta ikon tokoh hijabers seperti Dian Pelangi dkk serta myth seorang wanita muslim yang tetap menutup aurat namun stylish dan fashionable menjadi faktor yang saling menguatkan satu sama lain. Pergeseran nilai religiusitas, pertarungan makna, serta budaya konsumtif menjadi konsekuensi hal ini.
Sumber :
[1] http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2184397-pengertian-hijab-dan-keutamaannya/#ixzz2BUiIQVz5 diunduh 25
November/15:00
[2] Prasetia, Heru. "Pakaian, Gaya, dan Identitas
Perempuan Islam". Identitas Perempuan Indonesia: Status, Pergeseran Relasi
Gender, dan Perjuangan Ekonomi Politik. Desantara Foundation. Depok. November
2010.
[3] http://terserahgwlaah.blogspot.com/2012/04/definisi-jilbab-kerudung-hijab-purdah.html diunduh 25
November/15:18
[4] Ibid.
[5] http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/28/kisah-selembar-jilbab/
diunduh pada tanggal 25 November 2012/ 15:42.
[6] http://Kompasiana.com/sejarah-hijab/
diunduh tanggal 25 November 2012/ 15:30
[7]
http://gratisanlounge.blogspot.com/2010/12/sejarah-jilbab-di-berbagai-negara-dan.html
diunduh 26 November 2012/ 12:00
[8] http://www.agatossi.com/2012/09/hijabers-community-komunitas-hijaber.html
diunduh tgl. 07.12.2012/14:45
[9] http://mimialysa.blogspot.com/2010/12/beauty-in-faith-hijabers-community.html
diunduh tgl. 07.12.2012/ 15:09
Boleh minta filenya untuk referensi skripsi?
BalasHapusBoleh minta filenya untuk referensi skripsi?
BalasHapus