Semua perbincangan mengenai fashion dalam berbagai perspektif;
seperti fashion sebagai imitasi, dan sebagai sesuatu yang mengubah
fenomena secara irrasional seringkali dihubungkan dengan perempuan,
menolak sifat sistemik dari produksi fashion, namun mereka menetapkan
tahapan untuk perbincangan lebih jauh soal fashion. Tulisan-tulisan
mengenai fashion dalam media massa hari ini didominasi oleh para ahli,
khususnya para sosiolog, karena mereka meragukan legitimasi subjek yang
diyakini sebagai sesuatu yang sesaat dan tanpa pemikiran rasional. Apa
yang disarankan oleh kalangan sosiolog fashion pada projek analisis
kbudayaan adalah difokuskan pada institusi fashion dan relasi sosial
diantara para profesional fashion, diferensiasi sosial antara
kelompok-kelompok desainer, status mereka, etnis mereka dan sistem
fashion di seluruh dunia. Sosiologi kebudayaan-lah yang kemudian
memperkenalkan pentingnya perhatian lebih banyak pada proses sosial
secara struktural dari produksi dan konsumsi kebudayaan. Ia beroperasi
dengan pemhaman institusi sosial dan simbol-simbol kultural, yang
meliputi aktivitas dan objek-objek yang ditandai melalui kebudayaan (objects signified through culture). Maka ia memungkinkan interpretasi fitur-fitur struktural dari kehidupan kultural.
Dalam studi kebudayaan, penting untuk memahami tidak hanya proses
teknis dan pengaturan pengelolaan dan distribusi fenomena kultural
tetapi juga kebudayaan melalui produk yang telah dibubuhi makna. Kita
perlu mengungkap bagaimana produk ini disirkulasi, bagaimana mereka
dibubuhi makna tertentu dalam konteks sejumlah produksi yang
berbeda-beda—relasi konsumsi. Oleh karena itu, saya melihat fashion
sebagai praktik kebudayaan serta sebagai produk simbolik. Kebudayaan
adalah alat yang dijadikan orang untuk menciptakan dunia yang bermakna
dimana kita hidup. Dunia kultural ini dikonstruksi melalui interpretasi,
pengalaman dan aktivitas yang melaluinya benda-benda material
diproduksi dan dikonsumsi. Perspektif ini menempatkan kebudayaan dalam
institusi sosial dan kultural secara kongkrit.
Oleh karenanya, dalam studi kebudayaan, fashion dapat dianggap
sebagai objek yang diciptakan secara kultural, kalangan sosiolog yang
meneliti fashion dapat mempelajari lebih banyak dari mereka yang
menganalisis institusi kultural yang memproduksi simbol, seperti seni,
sains dan agama. Objek-objek kebudayaan dapat dianalisis dari prespektif
konsumsi dan produksi. Demikian pula, pembahasan fashion bisa dalam
perspektif konsumsi dan identitas personal, dan dapat pula pada produksi
dan distribusi kolektif. Seperti sosiolog kebudayaan yang memfokuskan
pada prespektif produksi kebudayaan, seperti pada produksi kesenian dan
sastra, Kawamura (2005: 32) membahas produksi budaya fashion yang
didukung oleh sistem fashion dimana individu, organisasi dan institusi
tempat mereka berada.
Fashion resmi dikaji sebagai objek kultural simbolik dan sebagai
benda yang diciptakan didalam dan oleh organisasi sosial. Produksi
simbol menempatkan penekanan pada aktivitas dinamis sebuah institusi.
Institusi kebudayaan mendukung produksi simbol-simbol baru. Proses
produksi itu sendiri merupakan fenomena kultural yang di dalamnya mereka
merupakan kombinasi praktik yang mengkonstruksi cara-cara tertentu bagi
individu untuk menyusun dan menempatkan diri mereka dalam konteks
organisasi.
Apakah fashion seni atau bukan telah banyak diperdebatkan, namun ia
mengikuti apa yang telah dipostulatkan oleh para sosiolog (Becker 1982;
Bourdieu dan Delsaut 1975; White dan White 1993[1965]; Wolff 1983, 1993;
Zolberg 1990). Para pakar yang memulai dari premis bahwa seni
semestinya dikonekstualisasi dalam term ruang dan waktu yang mengarahkan
perhatian pada relasi seniman dengan karyanya pada pertimbangan extra-aesthetic
(Zolberg 1990). Bourdieu (1984) dan Becker (1982) menganalisis
konstruksi sosial gagasan dan nilai-nilai estetika dan memfokuskan pada
proses kreasi, produksi, institusi dan organisasi. Dalam perspektif ini,
sebuah karya seni merupakan proses yang melibatkan kolaborasi lebih
dari satu pelaku dan bekerja melalui institusi sosial tertentu. Seperti
halnya seni, fashion adalah karakter sosial, yang memiliki basis sosial
dan berada dalam konteks sosial. Selain itu, ia melibatkan sejumlah
orang. Seperti fenomena sosial lainnya, fashion tidak dapat
diinterpretasi secara terpisah dari konteks sosialnya, dan sangat
sedikit yang berusaha melihat pada seting organisasi dimana sebuah
fashion diproduksi.
Sumber :
http://mangozie.net
0 komentar:
Posting Komentar